Agus Pramono, salah satu dari 12 milyarder Indonesia memberikan tips untuk berbisnis kepada para pengunjung Islamic Book Fair (IBF) ke-10 dalam talkshow Entrepreneur Indonesia, Ahad (6/3) di Istora Senayan, Jakarta.
Tahun 2001, awal dirinya merambah dunia usaha. Ia tinggalkan pekerjaannya sebagai OB dan beralih menjadi penjual gorengan. Dia berani berdagang walau tak punya keahlian apa pun tentang kuliner.
Posted By : PKS Leuwiliang
“Bisnis semuanya bagus, asal dibuka. Bisnis apapun tidak akan bagus-bagus kalautidak dibuka-buka,” ujar pengusaha yang sukses dengan bisnis ayam bakarnya itu.
Dalam perhelatan pameran buku-buku Islam terbesar se-Asia ini Agus Pramono mengaku ketika pertama kali terjun ke dunia makanan, sama sekali tidak punya ilmu kuliner.
Sebelumnya ia hanyalah seorang office boy yang beralih profesi menjadi penjual gorengan.
Tahun 2001, awal dirinya merambah dunia usaha. Ia tinggalkan pekerjaannya sebagai OB dan beralih menjadi penjual gorengan. Dia berani berdagang walau tak punya keahlian apa pun tentang kuliner.
"Saya cuma punya modal nekad," ujarnya. Ia mengingat sabda Rasulullah saw yang menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah berdagang (intrepreneur). Maka ia pun berjualan keliling sekolah-sekolah dan kompleks perumahan.
Tapi ternyata penjualannya kurang bagus.Ia pun sering menyembunyikan sisa gorengan yang tak laku dijual saat pulang ke kamar sewaan. Pada suatu waktu, ketika ia tengah menunggu pembeli, ia terpikir untuk berdagang ayam bakar. "Saat itu, jarang sekali orang jual ayam bakar. Ditambah lagi, masih ada lahan kosong di sekitar kampus Sahid, di Tebet Jakarta," ujarnya.
Yakin terjun ke usaha ayam bakar, ia pun mencari modal. Akhirnya, ia mendapatkan modal Rp 500.000 untuk membeli bahan dan bumbu ayam bakar serta perlengkapan memasak.
Yakin terjun ke usaha ayam bakar, ia pun mencari modal. Akhirnya, ia mendapatkan modal Rp 500.000 untuk membeli bahan dan bumbu ayam bakar serta perlengkapan memasak.
Awalnya, ia menyajikan ayam bakar, tempe, tahu, dan cah kangkung. Ketika itu, ia menjual seporsi nasi plus ayam bakar Rp 5.000. Rupanya, banyak yang menyambangi gerobak Ayam Bakar Kalasan miliknya. Baik mahasiswa, pegawai kantoran, dan orang yang lalu-lalang di Jalan Soepomo.
“Awalnya sehari laku 3 ekor, kemudian 5, 10, 20, terus naik sampai 80 ekor ayam perhari,” ujarnya yang mengaku belajar mengolah ayam dari saran dan kritik para pelanggannya saja. Ia pun mencoba menerima saran dan kritik pembelinya itu hingga benar-benar menemukan rasa khas Ayam Bakar Kalasan.
Melihat pengunjung yang makin banyak, ia pun memperluas lokasi usaha. Dengan bantuan lima karyawan, ia mengubah konsep tempat makan, dengan menempatkan meja dan kursi berpayung terpal.
Pada tahun 2004, lapak ayam bakarnya kena gusur. Ia pun memindahkan gerainya ke Jalan Tebet Raya, Jakarta Selatan. "Saat itu Tebet sepi dan tidak ada saingan," katanya.
Kemudian, Ayam Bakar Kalasan makin dikenal luas dan punya banyak penggemar dan saat ini ia memiliki 500 karyawan dan beromset ratusan juta rupiah perbulan.
“Jadi kuncinya adalah action (aksi)!, kalau kebanyakan mikir nanti tidak jadi-jadi,” tegasnya dihadapan ratusan pengunjung yang antusias menyimak.[ibf/joy]
Posted By : PKS Leuwiliang
0 komentar:
Post a Comment