Ya Allah, berilah mama kesehatan… sembuhkanlah mama supaya mama bisa ke kantor lagi, aamiiin…
Bocah kecil
berusia empat tahun, dengan mata berkaca-kaca… tangan tertengadah…
berdoa kepada Tuhannya, untuk kesembuhan sang Bunda. Sesaat selepas
berdoa, ia menoleh kepada Bunda untuk memberikan senyum kecil nan tulus.
Matanya yang bulat bening, seolah mengatakan bahwa ia sangat berharap
Bunda dapat sehat kembali, supaya dapat beraktifitas seperti sedia kala.
Aku terharu. Sama
sekali tidak pernah menyangka bahwa dia adalah malaikat kecil, yang
dianugerahkan Allah Yang Pemurah kepada kami.
Badanku yang terbaring
lemas tanpa daya di atas pembaringan ini, secepat kilat seakan mendapat
kekuatan baru mendengar barisan doa itu. Perlahan aku beringsut dari
posisi tidurku, lantas duduk bersandar. Masih di pembaringan.
”Makasih, ya Kak... Kakak sangat baik sama Mama,” ucapku tak kalah tulus.
”Iya, sama-sama... Mama juga sangat baik sama Iq,” sahutnya, sembari datang memelukku.
Ah... Tuhan, indah sekali moment seperti ini. Pintar sekali dia, bak seorang dewasa saja tingkahnya. Terima kasih! Seruku dalam hati.
Anak kecil itu, memang masih sangat kecil jika diajak untuk berbicara banyak hal yang rumit. Namun Subhannallah...
betapa ia sudah peka dengan yang terjadi di sekelilingnya, termasuk
untuk mendoakan mamanya yang sedang sakit. Padahal, jika pun aku
sembuh... waktuku tak banyak kuberikan padanya.
***
Sejak dokter kandungan
menyatakan bahwa aku mengandung anak kedua tiga bulan lalu, daya tahan
tubuhku agak menurun. Seringkali mudah terserang sakit. Lebih cepat
lelah. Dan kadang, kurasakan mual. Jika dibandingkan dengan kehamilan
pertama, aku memang harus banyak bersyukur karena kali ini tak serepot
dahulu. Jika dulu aku sempat tak doyan makan nasi hingga usia kandungan
tiga bulan, kini nafsu makanku malah meningkat. Aku juga tak sampai
muntah. Alhamdulillah...
Namun mungkin, karena
merasa lebih sehat dari dulu, aku lepas kontrol. Bekerja terlalu keras,
bahkan seringkali lembur, hingga pulang ke rumah larut malam. Memang
sih, di awal tahun begini, pekerjaanku seringkali menumpuk. Maka jadilah
kemudian aku ambruk!
Suatu pagi, dua hari
lalu, aku merasakan tubuhku teramat lunglai. Ketika kupaksakan bangun,
mataku berkunang-kunang dan hampir terjatuh. Beruntung ada suami di
belakangku, yang kemudian memapahku kembali ke kamar.
Dan sejak saat itu
pula, aku nyaris tidak mengerjakan suatu pekerjaan apa pun, kecuali
berbaring. Tiduran. Walau tak bisa juga aku tidur. Berdasarkan pemeriksaan dokter, aku kecapekan. Diminta untuk banyak beristirahat. Hmm...
Meski begitu, pikiranku masih saja melayang ke kantor, menuju pekerjaan
yang pasti kian hari kian terbengkalai karena belum tersentuh.
Dan kesibukanku sebagai
ibu rumah tangga sekaligus perempuan bekerja, membuat waktu terasa
begitu sempit untuk berbagi dengannya. Meskipun demikian, bocah suci
itu... selalu saja periang. Mudah memaafkan. Dan tak pernah menyimpan
setitik amarah pun dalam hati putihnya.
Kini, setelah mendengar
doanya, aku baru menyadari. Bahwa selama empat tahun ia diamanahkan
kepada kami, aku belum begitu bisa menjaganya.
Seringkali ketika ia
meminta perhatian, dengan tiba-tiba duduk di pangkuanku, misalnya. Aku
malah mengusirnya. Memintanya duduk sendiri, dengan alasan dia sudah
semakin besar. Atau ketika dia datang dengan setumpuk buku cerita di
tangan mungilnya untuk dibacakan, seribu satu alasan kuberikan padanya.
Aku amat paham bahwa ia sangat sayang padaku. Namun jahatnya, aku
seringkali menggunakan belas kasihnya sebagai dalih.
”Nanti malam saja,
Sayang. Mama masih capek, baru datang dari kantor. Lagipula tenggorokan
mama gatal, jadi... nanti malam saja ceritanya, ya... ”
Dan seperti yang
sudah-sudah, alasan kecapekan atau sakit, selalu ia terima dengan
senyuman. Ia pun pergi dengan tumpukan bukunya.
Dan selama itu pula, aku tak pernah menyesal. Padahal aku mungkin telah mengecewakannya begitu rupa.
Sekarang... doa tulusnya telah berhasil membangunkan aku dari kekhilafan. Aku
berharap, dan akan berjuang keras... untuk tidak menolak keinginan
baiknya. Untuk menyambut perhatian yang ia damba dari bundanya.
Semoga Allah memberikan
kekuatan kepadaku, untuk dapat berubah menjadi bunda yang lebih baik
buatnya. Karena Allah telah begitu sayang kepadaku, dengan memberikan
putra yang demikian sholih... hingga dalam usianya yang relatif sangat
sangat muda, doa tulusnya telah mengalir buatku.
Dan semoga kelak ia
menjadi anak yang sholih, yang bisa menerangi kubur dan mengangkat
derajat kami di Syurga, dengan doa-doa panjangnya yang melimpah,
aamiiin...
”Apabila anak cucu
Adam itu wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholih yang mendoakan orang
tuanya.” (HR Muslim, dari Abu Hurairah ra).
”Akan diangkat
derajat seorang hamba yang sholih di Syurga. Lalu ia akan
bertanya-tanya: Wahai Allah, apa yang membuatku begini? Kemudian
dikatakan kepadanya, Permohonan ampun anakmu untukmu.” (HR Ahmad, dari
Abu Hurairah ra).
0 komentar:
Post a Comment