Lepas Subuh, awal 2008. Seorang laki-laki menuntun putranya menuju ibu-ibu yang berkerumun mengelilingi pedagang sayur. Ia menyampaikan salam sejenak, yang dijawab ibu-ibu itu, sebelum asyik memilah-milah sayuran dibantu putra lelakinya yang selalu minta pertimbangan sebelum memasukkan wortel, selada atau pun kentang untuk ditimbang.
Setelah
menimbang dan membayar, barulah lelaki itu meraih tangan putranya dan
menuntun, sementara tangan satunya menenteng kantong-kantong plastik
sarat belanjaan.
Lelaki
yang tak rikuh menggantikan tugas istrinya bergabung dengan ibu-ibu
berbelanja sayuran itu bernama Ahmad Heryawan. Kini kita mengenalnya
sebagai gubernur Jawa Barat.
Sebagaimana
saat itu, kini publik mengenalnya sebagai sosok yang tak canggung
melakukan hal-hal wajar yang entah mengapa, kini mulai dipandang ‘tidak
wajar’. Misalnya, yang gampang diingat publik, Heryawan dengan tegas
mencoret anggaran pengadaan 18 mobil dewan dalam APBD 2011 Kabupaten
Bandung.
Tak
ragu-ragu akan kemungkinan tanggapan negatif anggota Dewan yang akan
memengaruhi pencitraan terhadap dirinya, Heryawan melakukan hal itu
dengan tegas dan yakin bahwa itulah yang terbaik bagi rakyat. Bagaimana
tidak, saat itu APBD Kabupaten Bandung tercatat defisit.
Tetapi
Heryawan pun tak hanya bisa tegas terhadap orang lain. Publik masih
ingat betapa Heryawan dan wakilnya hingga saat ini memilih menggunakan
mobil dinas lama yang dipakai gubernur sebelumnya, Dani Setiawan, yakni
Toyota Royal Crown buatan 2007, satu kendaraan SUV dan sebuah jip.
Mungkin
bisa terkesan berlebihan, tetapi apa yang dilakukan Heryawan dengan
berbelanja sayuran sendiri akan gampang mengingatkan kaum muslimin akan
Ammar bin Yasir ketika menjabat sebagai gubernur.
Ammar
tak jarang berbelanja ke pasar dan mengikat serta memanggul sayuran
belanjaan sendirian. Atau Khalifah Ummar bin Abdul Aziz, khalifah
negara besar dan kaya, tetapi memilih hidup sederhana. Dan kita sadar,
betapa sosok-sosok seperti itu kian lama semakin langka
Dari
Ahmad Heryawan orang bisa kian membenarkan pernyataan seorang mahaguru
manajemen, Peter Drucker. Drucker menyatakan, manakala kita melihat
perusahaan-perusahaan besar yang maju dan unggul, jangan salah, ada
keputusan-keputusan berani di belakangnya.
Artinya,
bahkan Drucker yang rasional pun percaya, keberanianlah yang membawa
manusia kepada kemaslahatan, kebaikan bersama. Kita bahkan pernah
mendengar dari alm Rendra, keberanian adalah cakrawala. Kian berani
seseorang, makin mampu ia melihat dunia secara holistik. Menilik apa
yang telah dilakukan Heryawan selama hampir empat tahun kepemimpinannya
di Jawa Barat, keberanian itu begitu nyata dan gamblang.
Lihat
saja, manakala sadar bahwa Jabar kian lama kian panas akibat tanaman
yang kian hilang dari kehidupan, Heryawan berani mengembangkan program
penghijauan dalam skala besar. Ia pun mencanangkan Gerakan Jabar Hijau
berbasis sekolah.
Alhasil
dalam waktu yang cepat telah ditanam 11 juta batang pohon di 26
kabupaten/kota se-Jabar, hingga selama 2011 tercatat telah ditanam 170
juta batang pohon di Jabar. Wajar bila prestasi itu diganjar rekor oleh
Museum Rekor Indonesia (MURI).
Tidak
hanya itu. Dalam bidang kependudukan dan demografi Heryawan pun
mencetak prestasi dengan menerima penghargaan dari Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) berupa “Transmigrasi Award”.
Yang
menarik, hanya dalam sebulan, Desember lalu Heryawan menerima empat
anugerah dan penghargaan. Pertama saat Hari Nusantara, 13 Desember, di
Dumai, Riau; kedua Satya Lencana Kebaktian Sosial di Jogjakarta pada
Peringatan HKSN, 19 Desember; ketiga Parahita Ekapraya Pratama di
Jakarta pada Peringatan Hari Ibu 22 Desember; lalu Transmigrasi Award,
27 Desember 2011. Jujur saja, tak banyak kepala daerah yang menerima
empat penghargaan berkatagori nasional hanya dalam waktu sebulan.
Yang
juga menarik dan masih hangat, manakala para pejabat beramai-ramai
menyatakan kesiapan membeli mobil Esemka buatan para pelajar Kota Solo,
Ahmad Heryawan dengan tegas menyatakan keengganan untuk latah. Ia
menyatakan hanya berminat membeli mobil karya pelajar-pelajar Jabar.
“Saya enggak mau beli dari Solo. Saya mau beli karya pelajar dari Jawa
Barat,” kata dia.
Itulah
Heryawan. Dengan pemimpin seperti itu, rakyat Jabar layak optimistis
bahwa daerahnya akan mampu menjadi provinsi termaju di Indonesia. Dan
tentu saja, untuk itu mereka juga dituntut berpartisipasi sesuai
bidangnya. Rakyat jabar, layak bangga dipimpin seorang berani yang
yakin akan cita-ciota bersama.
Tapi
kita pun tahu, keberanian mensyaratkan banyak hal. Dan yang terutama,
tampaknya, tidak adanya pamrih. Karena tanpa adanya pamrih, maka
keberanian tak pernah tersandera. Semoga kita semua pada saatnya
memiliki pemimpin seperti itu. Pemimpin yang hanya tersandera satu hal:
kepentingan rakyatnya.
tambahan dari PKS Leuwiliang, semoga akan ada cerita baik lagi yang dilakukan oleh Gubernur jawa barat, sehingga tidak menimbulkan kesan ada maunya menjelang pilkada, dan kami sangat senang memilki gubernur seperti ini.
dakwatuna.com
1 komentar:
Wow...
2 thumbup untuk DPC PKS Leuwiliang, beserta Zonda 5.
Ini Blog bagus+Selalu update. Padahal Blog DPD Kabupaten saja entah ada atau tidak. Media Informasi milik Cada Leuwiliang lebih baik. Subhanallah...
Mabruk!
Post a Comment