MA’RIFATUL INSAN



MA’RIFATUL INSAN
(MENGENAL HAKIKAT PENCIPTAAN MANUSIA)
 “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati yang (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. Lalu Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”
 (Al-Muminun : 12-14)

Pernahkah kita bertanya pada diri tentang ‘siapa saya?’ Pertanyaan mendasar yang kadang kita belum mengetahui persis jawabannya. Terkadang kita hanya mengetahui diri kita sebatas nama diri, ortu kita, plus alamat tinggal dan sedikit karakter yang melekat. Tapi benarkah kita hanya sebatas itu? Nah, pada bagian pertama buku ini akan dijelaskan siapa kita, yang insya Allah setelah membaca dan memahaminya, kita akan menjadi mahasiswa cerdas yang paham who am i ?

MANUSIA ADALAH CIPTAAN ALLAH
Bukan hal yang aneh jika kita pernah mendapati kucing kita mati, tanaman kita kering, dan tetangga kita meninggal dunia. Semua yang hidup pasti mati. Ini adalah sebuah keniscayaan. Sejak Nabi Adam as hingga kiamat nanti, ketentuan ini tetap berlaku.
Hal ini tentunya akan membuat kita berpikir, bagaimana kematian bisa terjadi dan kemana kehidupan yang sebelumnya? Dan pasti, ada suatu kekuatan besar yang menggerakan itu semua. Allahu Akbar! Inilah yang membuat Harun Yahya—ilmuwan muslim dari Turki—berhasil meruntuhkan teori Darwin yang dikenal dengan The Origin of Species yang dikemukakan tahun 1859. Teori ini mengatakan bahwa manusia sebenarnya termasuk jenis hewan yang telah mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi dari jenis-jenis hewan lainnya. Proses perkembangan manusia ini memakan waktu ribuan tahun, dari amoeba sampai menjadi kera. Kemudian dari kera ada yang berevolusi menjadi manusia sempurna, meskipun sebagian masih ada yang tetap menjadi kera. Doktrin ini sudah ditanamkan kepada kita sejak kecil dan menjadi bagian ilmu yang kita kaji di bangku pendidikan. Begitu kuatnya doktrin ini mempengaruhi kerangka berpikir kita, sehingga tidak mengherankan jika kita menganggap semua itu adalah benar. Padahal ada sisi yang meragukan kebenaran teori ini. Jika manusia merupakan hasil evolusi dari kera, tentunya selama masa evolusi tersebut adalah masa transisi, sehingga memungkinkan ada kera setengah manusia, ataupun ada kera hampir jadi manusia, sebagai bentuk peralihan menuju manusia sempurna sampai sekarang. Namun kita tidak pernah menjumpai bentuk tersebut bukan? Inilah mata rantai yang hilang, salah satu kelemahan teori ini yang tidak dapat terjawab sampai sekarang.
Kemudian jika manusia berasal dari kera, bagaimanakah kisah Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang diciptakan Allah? Mungkinkah mereka dalam wujud kera juga sebagai hasil dari evolusi? Tentu saja hal tersebut tidak mungkin. Nah, apakah masih mau bersikeras, kalau manusia awalnya dari kera?
Sebagai insan yang beriman, tentunya tidak diragukan lagi keyakinan dalam diri kita, bahwa manusia adalah ciptaan Allah, dilahirkan ke dunia pertama kali dalam bentuk manusia, kemudian menjalani masa kehidupan di dunia, sampai akhirnya saat yang ditentukan tiba, yaitu kembali kepada pencipta, Allah Maha Kuasa.
Allah swt sebagai pencipta manusia, tentu saja mempunyai kekuatan besar untuk mematikan (mengambil kembali) makhluk ciptaan-Nya. Jadi kematian adalah hukum Allah yang pasti. Ruh yang tiada itu tentu saja akan kembali pada Allah dengan proses yang tak terjangkau akal kita. Kita harus ingat bahwa manusia sebagai makhluk tentu tidak akan sama dengan penciptanya (Allah), karena itu akal kita tidak bisa menjangkau ke wilayah yang disana hanya ada kekuasaan Allah. Sepakat bukan?
PROSES PENCIPTAAN MANUSIA
Tentu kita ingin mengetahui bagaimana proses penciptaan manusia. Dalam Al-Quran, Allah swt. menjelaskan kronologis kejadian penciptaan manusia. Mulai dari bahan baku penciptaannya, proses perkembangannya, dan pertumbuhannya dalam rahim ibu, hingga ia kemudian dimatikan dan dibangkitkan kembali dari kematian itu. Kronologis penciptaan manusia itu ketika dikomparasikan dengan ilmu pengetahuan modern dengan analisis ilmiahnya saat ini, sedikitpun tidak ditemukan pertentangan. Perhatikanlah ayat Al-Quran di bawah ini :
“Hai manusia jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dulu diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hidup dan suburlah bumi itu dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Al-Hajj : 5)
Subhanallah! Segala sesuatu sudah diperhitungkan Allah sedemikian rupa. Cermati sekali lagi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang luar biasa dari ayat ini. Masih ada lagi ayat yang berbicara tentang proses penciptaan manusia. Ini khusus berkaitan dengan janin di dalam rahim yang mengalami 3 kegelapan. Kita perhatikan ayatnya yuk!
“…Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang berbuat demikian itu adalah Allah…” (Az-Zumar: 6)
Tiga kegelapan yang dimaksud ayat tersebut adalah kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim dan kegelapan dalam selaput yang menutup janin dalam rahim. Seperti yang telah dijelaskan dalam QS. Az-Zumar ayat 6. Hal ini juga tidak terbantahkan secara ilmiah.
Lebih jelas lagi, ayat Al-Quran yang menggambarkan proses penciptaan manusia adalah pada QS. Al-Mukminun ayat 12-14, yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang (berasal ) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. Lalu Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Al-Mukminun: 12-14)
Dari ayat diatas ada 2 kesimpulan isi kandungan ayat tersebut, yaitu :
  1. Penegasan Allah swt. bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan-Nya yang asal kejadiannya berasal dari saripati tanah. Bagaimana menurut ilmu pengetahuan mengenai asal kejadian manusia? Menurut ilmu Biologi, manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan asal kejadiannya adalah dari tanah. Hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan metode abu bekas bakaran dari makhluk hidup tersebut. Hasil penelitian abu bekas bakaran tersebut diketahui bahwa unsur-unsur asli yang terdapat dalam diri manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan sama dengan unsur-unsur yang terdapat dalam tanah, yaitu, oksigen, hidrogen, zat belerang, zat arang, kalium, natrium, iodium, asam arang, air, dan zat-zat lainnya yang berfungsi sebagai pelengkap.
  2. Informasi dari Allah swt. tentang proses kejadian manusia ketika masih berada dalam kandungan.
Sesuai ayat tersebut, proses kejadian manusia dalam kandungan yaitu :
  • Allah swt menjadikan saripati tanah yang terdapat dalam tubuh manusia sebagai nutfah (air yang berisi spermatozoa), yang kemudian ditumpahkan ke dalam qarar (rahim)
  • Allah swt. menjadikan nutfah sebagai alaqah yang berbentuk gumpalan darah menyerupai buah lecis atau lintah.
  • Dari alaqah, Allah swt. menjadikannya sebagai mudghoh, yaitu segumpal daging yang menyerupai daging hancur yang telah dikunyah.
  • Dari mudghoh, Allah swt. menjadikannya sebagai idzam, yaitu tulang atau rangka.
  • Kemudian tulang atau rangka itu dibalut oleh daging.
  • Setelah itu Allah swt. menjadikannya sebagai makhluk dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk manusia yang telah berkepala, berbadan, bertangan dan berkaki.
Bagaimana menurut pandangan ilmu pengetahuan tentang proses kejadian manusia?
Menurut ilmu biologi, spermatozoa yang berasal dari laki-laki (suami) melalui proses senggama masuk ke dalam qarar (rahim) wanita (istri). Di dalam rahim, spermatozoa ini bertemu dengan sel telur atau ovum istri sehingga terjadi pembuahan. Sel telur yang telah dibuahi disebut zigot, kemudian mengalami nidasi atau menempal pada salah satu dinding rahim. Pada titik itulah ia membesar dengan sistem perkembangan sel, yaitu membelah diri dari satu menjadi 2, 4, 8, 16, 32, dan seterusnya menurut deret ukur, menjadi berkas sel-sel yang berbentuk seperti buah murbei. Kemudian tumbuh memanjang, gepeng seperti lintah, kedua ujungnya melekat pada dua titik pada dinding rahim, lalu salah satu ujungnya lepas dan terbentuklah segumpal daging yang dihubungkan dengan seutas tali ke dinding rahim ibunya. Dalam proses selanjutnya, daging itu tumbuh menjadi tulang yang beruas-ruas panjang, kemudian berkembang menjadi kerangka badan yang lengkap serta otot menutupi tulang-tulang itu. Sesudah 120 hari  atau 4 bulan masa kandungan, maka jabang bayi sudah lengkap dengan segala organ-organ tubuh sebagai manusia dan setelah sembilan bulan sepluh hari bayi tersebut siap dilahirkan.
Unsur Manusia
Manusia hidup dari rangkaian unsur-unsur tertentu yang menyusun struktur kepribadiannya. Allah menciptakan manusia melalui dua tahap. Allah pertama kali menciptakan jasadnya, kemudian meniupkan ruh ke dalam jasad itu, sebagaimana pernyataan Allah swt. dalam ayat di bawah ini :
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan (penciptaan jasadnya), lalu Kutiupkan dari ruh-Ku ke dalamnya, maka bersujudlah kamu sekalian kepadanya.”  (Shaad: 72)
Jadi, dua unsur utama dalam kepribadian manusia adalah unsur materi yaitu fisik manusia dan unsur ruh yaitu hati dan jiwa manusia. Selain dua unsur tersebut ada satu unsur yang membuat manusia menjadi makhluk Allah yang sempurna dibandingkan hewan dan tumbuhan, unsur tersebut adalah akal.
Ruh merupakan zat yang tak terlihat, tetapi hakekat ruh itu terasa eksistensinya dalam  jiwa manusia. Fungsi utama ruh untuk merasakan, meyakini, menghendaki, dan memutuskan.Rasulullah saw mengatakan bahwa di dalam jasad ada segumpal daging. Bila daging itu baik, maka baiklah seluruh jasad. Namun bila daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Segumpal daging itu adalah hati manusia, dalam hal ini konteks pembahasan hati bukanlah hati secara fisik, walaupun hepar juga sangat menentukan kesehatan tubuh.
Akal adalah unsur dalam diri manusia yang berfungsi untuk menampung dan  memahami informasi yang disimpan dalam otak, kemudian diproses dalam hati. Karena itulah Al-Quran sering menyatakan bahwa kerja akal itu dalam hati, sebab memang tidak ada jeda waktu dari proses-proses itu. Selanjutnya hasil keputusan hati itu akan menjadi tekad. Dari tekad akan turun ke wilayah fisik menjadi sikap dan tindakan.
Fisik atau jasad memiliki tugas utama yaitu mengekspresikan kehendak dalam bentuk sikap dan tindakan yang diarahkan oleh akal dan keputusan jiwa. Oleh karena itu fisik adalah kendaraan bagi akal dan jiwa kita. Para ulama Islam mengatakan, “Jika engkau mempunyai jiwa besar, niscaya ragamu akan lelah mengikuti kehendaknya.” Jadi kendaraan ini harus di up-grade kemampuannya dan dipelihara terus menerus, agar sanggup membawa beban akal dan jiwa kita. Sebab setiap masalah yang menimpa kendaraan ini akan mempengaruhi kondisi akal dan jiwa kita.
Ketiga unsur manusia tersebut, adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan pemenuhan kebutuhannya pun harus seimbang. Bayangkan jika kita hanya memenuhi kebutuhan ruh dan fisik, maka kita akan menjadi manusia bodoh yang tidak mengetahui perkembangan zaman. Atau kita hanya memenuhi kebutuhan akal dan fisik saja, maka bisa dipastikan kita menjadi manusia yang tidak mengenal Allah bahkan mengingkari-Nya. Karena itu, jika kuliah/belajar kita rajin, makan dan tidur kita teratur, maka ibadah dan shalat kita juga harus teratur. Itulah yang dimaksud keseimbangan (tawazun).

POTENSI MANUSIA
Manusia menyimpan potensi dalam dirinya. Potensi tersebut mengarah pada dua kecenderungan yang berlawanan. Dua kecenderungan tersebut mengarahkan manusia untuk berbuat takwa atau berbuat fujur.
“Maka Dia (Allah) mengilhamkan kepada manusia (jalan) fujur dan taqwa.” (Asy-Syams: 8)
Fujur adalah representasi semua kebatilan, kejahatan dan keburukan yang semua itu akan menghasilkan dosa dan kesengsaraan dan muaranya adalah neraka. Sementara takwa adalah representasi kebenaran, kebaikan dan keindahan yang semua itu menghasilkan pahala dan kebahagiaan yang muaranya adalah surga. Nah, kita jadi tahu bukan apa yang menyebabkan seseorang bisa masuk surga atau neraka?
Sesungguhnya potensi fujur dan potensi takwa tidak akan pernah bertemu pada satu waktu dalam diri manusia. Tidaklah seseorang berbuat maksiat ketika ia dalam keadaan beriman. Sebaliknya, orang-orang yang sedang kafir tidak sekali-kali melakukan ketaatan kepada Allah. Demikian hadits Nabi menuturkan. Maka, Allah swt. menjanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, balasan sesuatu yang tidak diberikan kepada orang-orang kafir yang berbuat fujur.
Sebagaimana Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya orang kafir, ahli kitab, dan orang musyrik masuk ke dalam neraka jahanam dan mereka kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itulah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya….”(Al-Bayyinah: 6-8)
Maka keputusan untuk memilih yang baik (surga) atau yang buruk (neraka) ada pada diri kita. Dan tentu saja, kita ingin berada dalam kebaikan yang selalu kekal di sisi Allah swt.

KEISTIMEWAAN MANUSIA
Seperti dijelaskan di awal, manusia mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk lain. Keistimewaan tersebut antara lain :
a. Segi Penciptaan
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dinyatakan Allah sebagai sebaik-baik penciptaan, sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (At-Tin: 4)
Coba bandingkan organ tubuh kita dengan organ tubuh makhluk Allah yang lain, pastilah kita akan melihat manusia lebih sempurna penciptaannya. Manusia memiliki organ tubuh yang lebih sempurna fungsinya dibandingkan organ tubuh pada makhluk ciptaan Allah lainnya. Coba perhatikan telapak tangan manusia, dengan lima jari dan sistem ruas tulang yang ada di dalamnya, manusia dapat mengerjakan perbuatan dari yang sangat berat hingga yang sangat rumit sekalipun. Dari yang sangat kasar hingga yang sangat lembut sekalipun.  Bandingkan dengan telapak tangan kera dengan lima jari yang sama, seberapa banyak dia bisa berbuat? Bandingkan pula keelokan wajah, keluwesan postur tubuh, hingga sistem biologis yang ada pada manusia, semua lebih sempurna. Penciptaan otak manusia dengan segenap potensi yang terkandung di dalamnya juga wujud kesempurnaan ciptaan Allah. Walaupun ada hewan yang dilengkapi otak, namun otak tersebut tidak berfungsi sebagaimana otak manusia. Ada yang agak “cerdas” seperti kera, namun binatang tersebut sangat rendah fungsi otaknya
b. Segi Ilmu
Penciptaan otak manusia dengan segenap potensi yang terkandung di dalamnya, adalah wujud kesempurnaan ciptaan Allah. Dengan otak tersebut manusia bisa menyerap ilmu dan sekaligus mengembangkannya. Semua itu terjadi karena manusia diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh hewan dan tumbuhan, yaitu berupa akal. Dengan analisis ilmu, manusia bisa melakukan seleksi informasi, bisa menyimpulkannya, sekaligus mengembangkannya. Maka budaya dan selera manusia dari waktu ke waktu terus berkembang seiring ilmu yang dimiliki. Ini tidak dimiliki oleh binatang, mereka memiliki perilaku, selera, dan perasaan yang tidak pernah berubah apalagi berkembang. Dari dulu, misalnya binatang tidak punya rasa malu tidak pakai baju. Maka jika sekarang ada sebagian orang makin suka buka-buka baju tandanya ilmunya makin jongkok (seperti binatang?).
Hewan hanya memiliki instingsehingga segala gerak dan perbuatannya hanya sekedar instinktif. Bisa jadi hewan mampu dilatih untuk suatu hal tertentu, namun itupun hanya sekedar instingbukan ilmu, sehingga ia tak akan mampu mengembangkannya. Apalagi dibandingkan dengan tumbuhan yang tak diberi indera, maka terbukti manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa mencerna ilmu dan teknologi secara baik.
c. Segi Kehendak Untuk Memilih
Kita sebagai manusia pastilah punya kehendak. Kita bisa memilih mana jalan yang baik dan mana yang sesat. Sekadar ilmu belum tentu bisa mengarahkan kepada kebaikan, yang bisa mengarahkan orang pada kebaikan adalah kemauan dan kehendak yang kuat untuk mengamalkan ilmu itu dan menjadikan dirinya baik. Misalnya, seseorang yang telah mengetahui bahwa mencuri itu perbuatan yang buruk, tapi ia tetap melakukannya karena dia tidak memiliki kemauan dan kehendak yang kuat untuk menghindari mencuri.
Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya (manusia) jalan yang lurus, ada yang syukur ada pula yang kufur.” (Al-Insan: 3)
Dalam menentukan jalan hidup, manusia mempunyai banyak pilihan karena ia memiliki kehendak, sehingga ada yang memilih jalan Islam dan ada pula yang memilih jalan kufur. Lain halnya dengan para malaikat, mereka hanya memiliki satu kemungkinan yaitu taat pada Allah swt.
d.  Segi Kedudukan/kemuliaan
Allah memberikan kedudukan yang tinggi kepada manusia diantara makhluk lainnya di bumi, yakni ia sebagai pemimpin atau khalifah di bumi ini, sehingga manusia bisa memanfaatkan alam semesta ini untuk keperluan hidupnya. Sebagaimana firman Allah:
“Dialah (Allah) yang menjadikan segala hal yang ada di bumi ini untuk kamu.” (Al-Baqarah: 29)
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang lebih sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Bani Isra’il: 70)
Dengan ilmu yang dimilikinya, manusia bisa memanfaatkan segala sesuatu di alam ini sehingga bermanfaat untuk kemakmuran bersama.
e.  Segi Kemampuan Bicara
Jika kita perhatikan semua makhluk hidup yang diberi mulut, semuanya dapat berbicara dengan bahasa masing-masing. Binatang-binatang berbicara dengan bahasa mereka masing-masing seperti yang disebut manusia sebagai mengembik, mengaum, berkicau, dan lain-lain. Adapun manusia, ia bisa berbicara dengan sempurna. Dengan simbol-simbol huruf yang terbatas jumlahnya, manusia dapat mengungkapkan pikirannya yang rumit sekalipun sehingga bisa mentransfer ilmu kepada orang lain. Dengan kata-kata itulah gagasan-gagasan terkomunikasikan dan diwujudkan dalam realitas sehingga menjadi karya-karya besar peradaban manusia. Inilah yang membedakannya dengan binatang. Allah swt berfirman:
“Ar-Rahman yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara.” (Ar-Rahman: 1-4)
f.  Segi Kesiapan Moral
Manusia dapat dibentuk menjadi baik atau buruk, bahkan bisa juga berperan ganda sebagaimana orang munafik. Ia bisa jahat melebihi syaitan, sekaligus bisa menjadi makhluk baik melebihi malaikat. Dalam segi ini sangat tampak perbedaan manusia dengan binatang. Binatang sulit atau malah tidak bisa dibentuk dengan sifat dan karakter mereka yang bermacam-macam. Karenanya tidak ada ya binatang munafik? Sedangkan manusia bisa saja melakukannya dan bisa membentuk moralnya menjadi apapun yang diinginkan.

MISI MANUSIA DI MUKA BUMI
Subhanallah, kita telah belajar banyak tentang manusia. Sekarang kita akan membicarakan tentang misi mengapa manusia diciptakan Allah di muka bumi ini. Karena manusia memiliki keutamaan dan keistimewaan dibanding manusia yang lainnya, maka sangat wajar jika konsekuensinya adalah manusia mengemban amanah dan tugas yang berat dalam kehidupan ini.
Setidaknya, ada tiga misi diciptakannya manusia di bumi ini, yaitu :
1. Beribadah Kepada Allah SWT
Allah memerintahkan manusia untuk beribadah sebagai bentuk rasa syukur atas karunia dan nikmat yang diberikan-Nya seperti disampaikan dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56 berikut.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
Jadi tugas utama kita adalah menyembah (beribadah) kepada Allah, bukan untuk yang lainnya. Kita harus ingat, ibadah disini dalam arti luas yang tidak melulu shalat, zakat, puasa, naik haji dan sebagainya, namun bermakna luas. Segala sesuatu yang diperbuat seseorang karena ketaatan dan ketundukannya kepada Allah adalah ibadah. Saat kita kuliah dengan niat bismillah mencari ilmu Allah, maka itu bisa dihitung ibadah. Ketika kita tersenyum ikhlas pada saudara seiman itu juga ibadah. Bahkan sekedar menyingkirkan duri/rintangan di jalan pun dikatakan Rasulullah sebagai ibadah. Ibnu Taimiyah mengartikan ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhoi-Nya. Prinsip “hidup hanya untuk beribadah” jangan dimaknai meninggalkan berbagai aktivitas untuk melaksanakan ritual ibadah tapi dimaknai dengan menjadikan seluruh aktivitas kehidupan bernilai ibadah.
2. Sebagai Pemimpin di Muka Bumi (khalifah fil ardhi)
Allah swt. memilih manusia untuk memimpin dan mengelola bumi dengan seluruh isinya. Hal ini karena kelebihan manusia atas kehendak Allah swt. yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, yakni kecerdasan yang dimilikinya. Perhatikan firman Allah swt berikut:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi. ”Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang engkau tidak ketahui.” (Al-Baqarah: 30)
Nah, ternyata manusialah yang dipilih Allah untuk memimpin di bumi, bukan malaikat atau yang lainnya. Pemberian hak kepemimpinan oleh Allah swt. kepada manusia dapat diilustrasikan dengan pemberian hak kepemimpinan seorang presiden kepada seorang gubernur untuk memimpin sebuah wilayah provinsi tertentu. Meskipun seorang gubernur memiliki kekuasaan, namun dia tetap terikat kepada kebijakan yang ditetapkan seorang presiden. Demikian kekhilafahan yang diamanahkan kepada manusia oleh Allah swt, tetap dengan beberapa batasan, yaitu : Pertama, orang yang diangkat sebagai pemimpin (khalifah) bukan berfungsi sebagai penguasa mutlak, karena jelas, penguasa mutlak itu hanya Allah swt. Kedua, ia harus berbuat berdasarkan perintah yang mengangkatnya, bukan atas kemauannya sendiri. Ketiga, ia tidak boleh bertindak melampaui batas yang telah ditentukan. Keempat, ia harus berbuat menurut kehendak yang mengangkat. Jadi, tetap ada ketundukan dan kepatuhan kepada Allah swt.
Disinilah fungsi amar ma’ruf nahi munkar itu. Manusia diberi pilihan untuk bisa memimpin dengan baik atau sebaliknya, menjadikan kerusakan. Dan kembali kepada konsekuensi di awal, segala perbuatan kita akan bermuara pada surga atau neraka di akhirat nanti.
“Setiap kalian (manusia) adalah pemimpin yang kelak pastilah akan dimintai pertanggungjawabannya.”(HR. Bukhari & Muslim dari Ibnu Umar)
3. Misi Peradaban (Al ‘Imarah)
Manusia dengan berbagai potensi yang dianugerahkan Allah, adalah makhluk berperadaban. Dengan otaknya, manusia mampu menciptakan karya-karya besar dalam kehidupan ini untuk meramaikan dan memakmurkan kehidupan agar lebih nyaman ditinggali. Allah swt berfirman dalam QS. Hud ayat 61, yaitu “Dan kepada Samud (Kami utus) saudara mereka, Salih. Salih berkata, ”Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhan-ku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (Hud : 61)
Bersamaan dengan itu, Islam hadir dengan tuntunan syariatnya yang komprehensif dan integral, yang memungkinkan manusia memberdayakan seluruh potensinya untuk mengemban misi agung sebagai makhluk yang berperadaban, untuk membangun kehidupan dengan bimbingan nilai-nilai luhur Islam.
Kita tentu ingat bagaimana Rasulullah dan para sahabat membentuk peradaban yang luar biasa indah. Kisah teladan itulah yang kita contoh untuk membangun peradaban manusia agar kembali kepada Al-Quran dan sunnah Rasul.
Nah, semua tentang manusia sudah kita bahas. Tentunya kini kita mengetahui jawaban pertanyaan di awal bab ini. Bahwa kita sebagai manusia adalah hamba Allah yang tidak boleh hidup semaunya sendiri, karena yang menciptakan kita telah membuat aturannya. Jika tidak tinggal di bumi Allah, maka di mana lagi kita hidup? Dan sungguh murka pemilik bumi ini yang telah memberikan kepercayaannya kepada kita, jika kita selalu menentang dan bermaksiat pada-Nya. Na’udzubillah!
Pencerahan tentang hakikat diri telah kita dapatkan, maka sekaranglah saatnya untuk mereformasi diri kita menjadi manusia yang cerdas. Manusia yang tidak hanya memikirkan kepentingan dunia (yang hanya sesaat), namun juga berpikir jauh ke depan tentang kematian dan kehidupan akhirat.Selamat berproses! :)

0 komentar:

Post a Comment