Sampai sekarang, saya masih selalu tergeli-geli sendiri mendengar sebutan 'kader PKS'. Kelihatannya saya tidak pernah sreg dengan sebutan ini, dan setelah bertahun-tahun pun, masih tetap tidak terbiasa dengannya.
Beda dengan anggota partai lain yang dengan senang hati menyebut dirinya kader partai itu, (setahu saya) kader PKS lebih suka menyebut dirinya 'kader dakwah'. Demikian pula saya.
Setidaknya ada dua sebab mengapa istilah 'kader dakwah' cenderung lebih pas bagi saya daripada 'kader PKS' :
- Kata 'partai' telah memiliki konotasi yang sangat buruk selepas era reformasi. Mendengar kata 'partai' saja kadang-kadang kuping ini menjadi sakit dan perut menjadi mual. Betapa memuakkannya! Akan tetapi, ini adalah pemikiran yang sangat subjektif, karena seharusnya kita tidak boleh bersikap skeptis. Mungkinkah ada partai yang benar-benar baik? Mungkin saja, kalau kita mau. Anyway, tetap saja istilah ini membuat beberapa pendengar menjadi alergi, termasuk saya juga.
- Karena bagi para kader sejati, PKS bukanlah inti dari permasalahan. Fokus perhatian kita adalah dakwah. Masalah mencoblos PKS atau tidak, itu urusan belakangan. Yang penting, kita bisa mendakwahi umat (dalam hal ini rakyat Indonesia) agar tetap belajar Islam dan berpegang pada ajaran-ajaran Islam. Perbedaan itu fitrah, dan tidak semua perbedaan perlu ditanggapi dengan keras. Kader dakwah selalu merasa asing dengan 'kampanye', bahkan hingga sekarang ini. Apa yang dilakukan PKS bukanlah kampanye, tapi dakwah.
Sejak awal, dakwah adalah titik tolaknya, Bukan partai. Pada saat reformasi bergulir, diadakanlah voting yang diikuti oleh enam ribu orang kader dakwah, dan diputuskan bahwa jamaah harus mendirikan sebuah partai yang akan membawa kemaslahatan bagi umat. Hasil akhirnya memang begitu. Tapi tahukah Anda, bahwa Nurmahmudi Ismail dan Hidayat Nur Wahid termasuk beberapa di antara kader dakwah yang dulunya menolak mendirikan partai?
Partai atau ormas, apa pun yang dulu dipilih, titik tolaknya adalah dakwah. Partai bukanlah esensinya. Kalau PKS mendirikan posko-posko penanggulangan bencana, tidak pernah ada pesan terselubung "cobloslah PKS", apalagi seruan dari tokoh-tokoh tertentu. Tidak ada kader dakwah yang merasa terbiasa dengan kampanye, karena sejak awal memang gerakan ini bukanlah gerakan politik. Ini adalah dakwah, bung!
Pada tahun 1996 dulu - waktu itu musim Pemilu, saya baru kelas 1 SMA - siswa kelas 3 (yang biasanya sudah cukup umur untuk mencoblos) dibagi-bagi kaos Golkar gratis. Pada waktu saya mengikuti kuliah agama Islam, dosen saya secara terang-terangan mengajak semua mahasiswa untuk mencoblos PAN. Saya tidak mau mendiskreditkan partai Golkar dan PAN di sini, karena saya yakin orang-orang itu hanya oknum. Yang jelas, cara-cara seperti ini tidak pernah dipakai oleh kader dakwah 'sejati'. Karena mereka memang tidak pernah terbiasa dengan kampanye. Mereka bahkan tidak terbiasa dengan partai. Saya juga tidak terbiasa. Barangkali pak Nurmahmudi Ismail dan pak Hidayat Nur Wahid pun tidak terbiasa.
Lebih ekstremnya lagi, kader dakwah sejati bahkan tidak punya keinginan yang menggebu-gebu untuk menarik sebanyak-banyaknya suara dalam Pemilu. Tidak percaya? Simak pernyataan pak Hidayat Nur Wahid berikut ini : "Bahkan seandainya Anda tidak masuk ke PK (PKS) sekalipun, tapi Anda mendukung, menegakkan dan melaksanakan keadilan, yang itu berarti Anda mengamalkan Islam, maka Anda sesungguhnya sudah menjadi bagian dari kami.” Bahkan seorang mantan Presiden PKS pun tidak begitu tertarik menjadikan orang lain sebagai pendukung partainya! Menjadikan umat lebih peduli pada Islam jauh lebih penting daripada urusan kepartaian semacam itu. Islam itu sudah sempurna. Kalau kita sama-sama mempelajari Islam dengan ikhlas, maka kita akan sampai pada titik yang sama, meskipun mengawalinya di titik yang berbeda. Islam memang sempurna. PKS tidak.
Sudah beberapa kali saya menggunakan istilah 'kader dakwah sejati'. Ada alasannya. Karena, tidak semua pendukung PKS memiliki visi kader dakwah. Sekarang, PKS sudah dikenal banyak orang. Macam-macam motivasi orang ketika mencoblos PKS. Ada yang tidak tahu sama sekali soal PKS, tapi simpati karena PKS pernah menolong daerahnya ketika dulu ditimpa bencana alam. Ada juga yang tertarik pada PKS karena mobilisasi massa yang dilakukannya tidak pernah membuat rakyat ketakutan. Ada yang senang karena melihat kader PKS yang tidak berwajah seram, malah membuat hati tenang. Ada juga yang melihat fakta bahwa sejak awal kader PKS di DPR selalu paling duluan menolak 'pemberian-pemberian yang tidak jelas dan tidak pada tempatnya'. Mereka tidak tahu sama sekali tentang visi dakwah, tapi mereka tertarik pada berbagai kebaikan yang terlihat oleh sebagian kader PKS. Ini adalah sebuah potensi, tapi bisa juga jadi bencana kalau tidak ditangani dengan baik.
Karena ketertarikan itu, sudah banyak anggota Muhammadiyah yang lebih memilih PKS daripada PAN (termasuk keluarga saya yang Muhammadiyah tulen), dan banyak juga anggota NU yang simpati pada PKS. Visi mereka tidak seragam dengan visi para kader dakwah yang sebelumnya mendirikan Partai Keadilan (PK) dengan susah payah. Saya tidak bermaksud mengesampingkan mereka, hanya saja perbedaan visi itu jelas ada. Karena itu, lucu rasanya ketika seorang teman menyatakan sikap skeptisnya pada semua partai, termasuk PKS. Saya pribadi cuek saja. Lha wong buat kami, partai itu nomor kesekian. Dakwah itu yang penting.
Yang jelas, bagi orang-orang yang telah berada dalam barisan ini sejak lama, pasti pernah merasakan apa yang juga saya rasakan. Geli rasanya disebut 'kader partai'. Lebih baik, sebut saja kami 'kader dakwah'. Rasanya lebih pas!
Sumber : klik disini
Posted By : DPC PKS Leuwiliang
2 komentar:
Betapa banyak orang2 yang bersama kita tapi dia bukan bagian dari kita. Tapi betapa banyak juga orang yang diluar kita tapi dia adalah bagian dari kita. itulah yang dimaksud oleh Dr Hidayat Nurwahid dalam tulisan diatas. Seorang kader seharusnya dia bersama kita dan dia bagian dari kita. PKS adalah partai dakwah, kader PKS adalah kader dakwah. Aljamaah huwal hizb wa hizb huwal jamaah. PKS dan dakwah tidak bisa dipisah.Penulis perlu belajar lagi sehingga pemahamannya bisa lebih baik. dan tidak merasa geli lagi ketika disebut kader PKS.
terkadang di masyarakat kalau kita berdakwah dengan bawa nama PKS, banyak masyarakat yang antipati denga kehadiran kita. maka dakwah dulu yang diuatamakan.
Post a Comment