Suatu saat saya sedang naik bis kota. Tiba-tiba ada seorang laki-laki naik bis tersebut. Saya kira penumpang. Tiba-tiba dia berbicara di depan penumpang dengan lancarnya. Ngomongnya bak seorang mubaligh sedang ceramah. Dia memiliki gaya bicara yang bagus, lancar tanpa tersendat. Tidak ada grogi. Dia juga membacakan berbagai hadist dan ayat Al Quran dengan lancar dan cukup fasih. Dia membahas tentang hari akhirat dan manfaat memberi agar selamat di akhirat.
Saya mengakui cukup mendapatkan ilmu saat mendengarkan “ceramahnya”. Dia juga menunjukkan “kekritisannya” terhadap orang-orang kaya dan para pejabat. Inti dari ceramahnya adalah orang-orang kaya dan pejabat harus mau memberi kepada sesama demi kebaikan mereka sendiri. Bukan hanya itu gaya bicara pun cukup menghibur dengan diselingi canda dan tawa.
Setelah selesai ceramah panjang lebar, dia mengambil sesuatu dari sakunya. Anda sudah menebaknya? Betul, dia mengeluarkan sebuah plastik untuk meminta uang dari penumpang. Dia menghampiri satu persatu penumpang sambil menyodorkan plastik dan tidak lepas diiringi dengan senyum. Sampai di hadapan saya, dan saya melambaikan tangan tanda meminta maaf. Sebenarnya saya hanya tidak mau memberi dia saja.
Saya hanya berpikir, bukankah dia memahami makna dan manfaat memberi? Tetapi yang dia lakukan justru ingin menerima. Seolah memberi untuk orang lain dan menerima untuk dirinya. Orang lain memang harus memberi, terutama memberi kepada dirinya.
Sebenarnya dia hanya salah satu wakil dari sekian banyak orang yang memiliki mentalitas sama, yaitu menerima, bukannya memberi. Saya sering menerima email atau komentar yang marah atau meminta ebook dengan gratis dengan alasan amal. Di forum-forum, banyak orang yang menyerang dan menyindir habis orang yang menjual ebook. Alasannya apa? Mereka ingin diberi secara gratis. Dalam masyarakat nyata pun sama. Kebanyakan orang menuntut di untuk menerima ketimbang memberi.
Alasannya klasik, karena mereka merasa berhak untuk diberi karena kemiskinan mereka. Tanpa disadari hal ini juga yang membuat orang tersebut tetap miskin. Anda adalah apa yang Anda pikirkan, jika Anda terus berpikir bahwa Anda miskin, maka Anda akan miskin terus. Kita perlu menghentikan mental meminta menjadi mental pemberi. Bahkan saat menjual pun, Anda tetap harus memiliki mental pemberi. Caranya menjual sesuatu yang nilainya jauh di atas uang yang kita terima.
Posted By : PKS Leuwiliang
Posted By : PKS Leuwiliang
0 komentar:
Post a Comment