Sepucuk Surat Untukmu Ukhti

Surat yang ditulis oleh seorang ikhwan. Goresan tinta yang sangat mendalam artinya. Semoga ukhti fillah semakin bermuhasabah setelah membaca surat ini :

Ukhti
Besarnya kerudungmu tidak menjamin sama dengan besarnya semangat jihadmu menuju ridho Rabbmu. Mungkinkah besarnya kerudungmu hanya digunakan sebagai fashion atau gaya jaman sekarang? Atau mungkin kerudung besarmu hanya dijadikan alat perangkap busuk supaya mendapatkan
ikhwan yang diidamkan? Bahkan bisa jadi kerudung besarmu hanya akan dijadikan sebagai identitasmu saja supaya bisa mendapat gelar “akhwat” dan di kagumi oleh banyak ikhwan?
Ukhti
Tertutupnya tubuhmu tidak menjamin bisa menutupi aib saudaramu, keluargamu bahkan diri
ukhti sendiri. Coba perhatikan sekejap saja, apakah aib saudaramu, teman dekatmu bahkan keluargamu sendiri sudah tertutupi? Bukankah kebiasaan buruk seorang perempuan selalu terulang dengan tanpa disadari melalui ocehan-ocehan kecil sudah membekas semua aib keluargamu, aib sudaramu, bahkan aib teman dekatmu melalui lisan manismu?
Ukhti
Lembutnya suaramu mungkin selembut sutra. Bahkan lebih dari pada itu. Tapi akankah kelembutan suara
ukhti sama dengan lembutnya kasihmu pada sauadaramu, pada anak-anak jalanan, pada fakir miskin dan pada semua orang yang menginginkan kelembutan dan kasih sayangmu?
Ukhti
Lembutnya parasmu tak menjamin selembut hatimu. Akankah hatimu selembut salju yang mudah meleleh dan mudah terketuk ketika melihat segerombolan anak-anak Palestina terlihat gigih berjuang dengan berani menaruhkan jiwa dan raga bahkan nyawa sekalipun dengan tetes darah terakhir? Akankah selembut itu hatimu ataukah sebaliknya hatimu sekeras batu yang ogah dan cuek melihat ketertindasan orang lain?
Ukhti
Rajinnya tilawahmu tak menjamin serajin dengan shalat malammu, mungkinkah malam-malammu di lewati dengan rasa rindu menuju Rabbmu dengan bangun di tengah malam dan ditemani dengan butiran-butiran airmata yang jatuh ke tempat sujudmu serta lantunan tilawah yang tak henti-hentinya berucap membuat setan terbirit-birit lari ketakutan? Atau sebaliknya, malammu selalu diselimuti dengan tebalnya selimut setan dan dininabobokan dengan mimpi-mimpi jorokmu bahkan lupa kapan bangun shalat subuh?
Ukhti
Cerdasnya dirimu tak menjamin bisa mencerdaskan sesama saudaramu dan keluargamu. Mungkinkah temanmu bisa ikut bergembira menikmati ilmu-ilmunya seperti yang
ukhti dapatkan? Ataukah ukhti tidak peduli sama sekali akan kecerdasan temanmu, saudaramu bahkan keluargamu, sehingga membiarkannya begitu saja sampai mereka jatuh ke dalam lubang yang sangat mengerikan yaitu maksiat?
Ukhti
Cantiknya wajahmu tidak menjamin kecantikan hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan diri
ukhti sendiri. Pernahkah ukhti menyadari bahwa kecantikan yang ukhti punya hanya titipan ketika muda? Apakah sudah tujuh puluh tahun kedepan ukhti masih terlihat cantik? Jangan-jangan kecantikanmu hanya dijadikan perangkap jahat supaya bisa menaklukan hati ikhwan dengan senyuman-senyuman busukmu?
Ukhti
Tundukan pandanganmu yang jatuh ke bumi tidak menjamin sama dengan tundukan semangatmu untuk berani menundukan musuh-musuhmu. Terlalu banyak musuh yang akan
ukhti hadapi mulai dari musuh-musuh Islam sampai musuh hawa nafsu pribadimu yang selalu haus dan lapar terhadap perbuatan jahatmu.
Ukhti
Tajamnya tatapanmu yang menusuk hati, menggoda jiwa tidak menjamin sama dengan tajamnya kepekaan dirimu terhadap warga sesamamu yang tertindas di Palestina. Pernahkah
ukhti menangis ketika mujahid-mujahidah kecil tertembak mati, atau dengan cuek bebek membiarkan begitu saja? Pernahkah ukhti merasakan bagaimana rasanya berjihad yang dilakukan oleh para mujahidah-mujahidah teladan?
Ukhti
Lirikan matamu yang menggetarkan jiwa tidak menjamin dapat menggetarkan hati saudaramu yang senang bermaksiat, Coba
ukhti perhatikan dunia sekelilingmu! Masih banyak teman,saudara bahkan keluarga ukhti sendiri belum merasakan manisnya Islam dan iman mereka belum merasakan apa yang ukhti rasakan. Bisa jadi salah satu dari keluargamu masih gemar bermaksiat, berpakaian seksi dan berperilaku binatang yang tak karuan. Sanggupkah ukhti menggetarkan hati-hati mereka supaya mereka bisa merasakan sama apa yang kamu rasakan yaitu betapa lezatnya hidup dalam kemuliaan Islam?
Ukhti
Tebalnya kerudungmu tidak menjamin setebal imanmu pada sang Khalikmu.
Ukhti adalah salah satu sasaran setan durjana yang selalu mengintai dari semua penjuru mulai dari depan belakang atas bawah semua setan mengintaimu, imanmu dalam bahaya, hatimu dalam ancaman, tidak akan lama lagi imanmu akan terobrak-abrik oleh tipuan setan jika imanmu tidak betul-betul dijaga olehmu. Banyak cara yang harus ukhti lakukan mulai dari diri sendiri, dari yang paling kecil dan seharusnya di lakukan sejak dari sekarang, kapan lagi coba….?!
Ukhti
Putihnya kulitmu tidak menjamin seputih hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan keluargamu sendiri. Masihkah hatimu terpelihara dari berbagai penyakit yang merugikan seperti riya’ dan sombong? Pernahkah
ukhti membanggakan diri ketika kesuksesan dakwah telah diraih dan merasa diri paling “wah”, merasa diri paling aktif, bahkan merasa diri paling cerdas di atas rata-rata akhwat yang lain? Sesombong itukah hatimu? Lalu dimanakah beningnya hatimu, dan putihnya cintamu?
Ukhti
Rajinnya ngajimu tidak menjamin serajin infakmu ke masjid atau musholla. Sadarkah
ukhti kalo kotak-kotak nongkrong di masjid masih terlihat kosong dan menghawatirkan? Tidakkah ukhti memikirkan infaq sedikit saja? Bahkan kalaupun infaq, kenapa uang yang paling kecil dan paling lusuh yang ukhti masukan? Maukah ukhti diberi rizki sepelit itu?
Ukhti
Rutinnya halaqahmu tidak menjamin serutin puasa sunnah senin-kamis yang
ukhti laksanakan. Kejujuran hati tidak bisa dibohongi. Kadang semangat fisik begitu bergelora untuk dilaksanakan. Tapi, semangat ruhani tanpa disadari turun drastic. Puasa yaumul-bidh pun terlupakan apalagi puasa senin-kamis yang dirasakan terlalu sering dalam seminggu. Separah itukah hati ukhti? Makanan fisik yang ukhti pikirkan dan ternyata ruhiyah pun butuh stok makanan. Kita tidak pernah memikirkan bagaimana akibatnya kalau ruhiyah kurang gizi.
Ukhti
Manisnya senyummu tak menjamin semanis rasa kasihmu terhadap sesamamu. Kadang sikap ketusmu terlalu banyak mengecewakan orang sepanjang jalan yang
ukhti lewati. Sikap ramahmu pada orang ukhti temui sangat jarang terlihat. Bahkan selalu dan selalu terlihat cuek dan menyebalkan. Kalau itu kenyataannya bagaimana orang lain akan simpati terhadap komunitas dakwah yang memerlukan banyak kader? Ingat!!! Dakwah tidak memerlukan ukhti! Tapi…, ukhtilah yang memerlukan dakwah. Kita semua memerlukan dakwah.
Ukhti
Rajinnya shalat malammu tidak menjamin keistiqomahan seperti rosulullah sebagai panutanmu.
Ukhti
Ramahnya sikapmu tidak menjamin seramah sikapmu terhadap sang Khalikmu, masihkah
ukhti senang bermanjaan dengan Rabbmu dengan shalat Dhuhamu, shalat malammu?
Ukhti
Dirimu bagaikan kuntum bunga yang mulai merekah dan mewangi. Akankah nama harummu di sia-siakan begitu saja dan atau sanggupkah
ukhti ketika sang mujahid akan segara menghampirimu?
Ukhti
Masih ingatkah
ukhti terhadap pepatah yang masih terngiang sampai saat ini bahwa akhwat yang baik hanya untuk ikhwan yang baik? Jadi, siap-siaplah sang syuhada akan menjemputmu di pelaminan hijaumu.
Ukhti
Baik buruk parasmu bukanlah satu-satunya jaminan akan sukses masuk dalam surga Rabbmu. Maka, tidak usah berbangga diri dengan parasmu yang molek. Tapi berbanggalah ketika iman dan taqwamu sudah betul-betul terasa dan terbukti dalam hidup sehari-harimu.
Ukhti
Muhasabah yang
ukhti lakukan masihkah terlihat rutin dengan menghitung-hitung kejelekan dan kebusukan kelakuan ukhti yang dilakukan siang hari, atau bahkan kata muhasabah itu sudah tidak terlintas lagi dalam hatimu? Sungguh lupa dan sirna tidak ingat sedikitpun apa yang harus dilakukan sebelum tidur. Ukhti tidur mendengkur begitu saja dan tidak pernah kenal apa itu muhasabah sampai kapan akhlak busukmu dilupakan. Kenapa muhasabah tidak dijadikan sebagai moment untuk perbaikan diri bukankah akhwat yang baik hanya akan mendapatkan ikhwan yang baik?
Ukhti
Pernahkah
ukhti bercita-cita ingin mendapatkan suami ikhwan yang ideal, wajah yang manis, badan yang kekar, dengan langkah tegap? Dan pasti, bukankah apa yang ukhti pikirkan sama dengan yang ikhwan pikirkan yaitu ingin mencari istri yang sholehah dan seorang mujahidah? Kenapa tidak dari sekarang ukhti mempersiapkan diri menjadi seorangan mujahidah yang shalehah?
Ukhti
Apakah kebiasaan buruk wanita lain masih ada dan hinggap dalam diri ukhti, seperti bersikap pemalas dan tak punya tujuan atau lama-lama nonton tv yang tidak karuan dan hanya kan mengeraskan hati sampai lupa waktu, lupa bantu orang tua? Kapan akan menjadi anak yang biruwalidain? Kalau memang itu terjadi, jadi sampai kapan? Mulai kapan akan mendapat gelar mujahidah atau akhwat shalehah?
Ukhti
Apakah pandanganmu sudah terpelihara? Atau, pura-pura nunduk ketika melihat seorang
ikhwan dan terlepas dari itu matamu kembali jelalatan layaknya mata harimau mencari mangsa? Atau, tundukan pandangannmu hanya menjadi alasan belaka karena merasa berkerudung besar?
Ukhti
Hatimu di jendela dunia. Dirimu menjadi pusat perhatian semua orang. Sanggupkah
ukhti menjaga izzah yang ukhti punya? Atau sebaliknya, ukhti bersikap acuh tak acuh terhadap penilaian orang lain dan hal itu akan merusak citra akhwat yang lain? Kadang orang lain akan mempunyai persepsi di sama-ratakan antara akhwat yang satu dengan akhwat yang lain. Jadi, kalau ukhti sendiri membuat kebobrokan akhlak maka akan merusak citra akhwat yang lain.
Ukhti
Dirimu menjadi dambaan semua orang. Karena yakinlah preman sekalipun, bahkan brandal sekalipun tidak menginginkan istri yang akhlaknya bobrok tapi semua orang menginginkan istri yang shalehah. Siapkah
ukhti sekarang menjadi istri shalehah yang selalu di damba-dambakan oleh semua orang?

Posted By : DPC PKS Leuwiliang


0 komentar:

Post a Comment