Enak ya jadi anggota DPR, bisa jalan-jalan ke luar negeri semaunya. Itulah ocehan adik saya ketika menonton berita tentang study banding para pejabat negeri ini ke negara yang terkenal dengan tempat wisatanya, mulai dari Yunani, Australia,
Spanyol dan lain-lain. Perilaku anggota DPR periode 2009-2014, sepertinya semakin aneh-aneh aja, kalau lagi sidang kelakauannya seperti anak kecil saja, mulai saling pukul lah, saling lempar lah, saling gebrak meja lah, saling ketawa ce es an lah, malu jadinya saya melihat kelakuan mereka, memangnya ini negara mainan apa, sehingga mereka dengan semaunya aja menjalankan amanah rakyat ini. Memang sih gak semua anggota dewan seperti itu tapi kita sebagai rakyat biasa, lebih peka terhadap kelakuan negatif yang seperti itu.
Sebenarnya apa sih yang mereka bawa dari study banding dari luar negeri, ilmu atau tas belanjaan? Saya lihat dari dulu tidak ada yang berubah dengan negera ini walau mereka study banding sampai ke kutub sekalipun. Lucu ya para anggota DPR kita, kalau menyelesaikan kasus pasti gak jelas ujungnya, seperti kasus century yang hilang di telan bumi, padahal biaya kasus century itu telah menghabiskan uang bermilyar-milyar tapi hasilnya Nol Besar, kalau bahasa sundanya itu teu paruguh. Kalau lagi masa reses, semua komisi berlomba-lomba mencanangkan study banding ke luar negeri(aji mumpung kali ya). Dengan gampangnya mereka menghabiskan uang bermilyar-milyar Rupiah untuk study banding yang tidak jelas hasilnya itu. Seharusnya mereka itu sebelum study banding, izin dulu ke rakyat indonesia, mereka kan keluar negeri pakai uang rakyat dan uang negara, bagaimana study bandingnya akan berguna dan berkah kalau masyarakat indonesia tidak menyetujuinya.
Study banding kok ke stadion, itulah cerita anggota Komisi X yang lagi study banding ke spanyol Mereka mendadak jadi 'Madridista', sebab mereka menggunakan waktu studi banding di Spanyol, untuk mengunjungi Stadion Santiago Bernabeu, stadion milik Real Madrid FC.
Menjadi 'Madridista' tentu tidak ada yang melarang, yang dilarang adalah melakukan
kegiatan di luar agenda yang dijadwalkan. Setelah terkesima dengan megah dan auranya Stadion Santiago Bernabeu, mereka malah berkeinginan untuk bertemu dengan pengelola stadion dan manajemen Real Madrid FC. Jelas saja keinginan mereka tidak bisa terpenuhi.
Benar saja anggota DPR itu saat studi banding menghamburkan uang saja, dan tentu
kunjungan Stadion Santiago Bernabeu yang memakan uang negara itu tidak akan dilaporkan. Sebab mereka akan beralasan kunjungan itu tidak masuk dalam anggaran, meski sebenarnya mereka telah menggunakan anggaran itu kunjungan yang tidak dijadwalkan itu.
Pastinya uang yang digunakan saat kunjungan ke Stadion Santiago Bernabeu, Spanyol,
itu memakan miliaran rupiah. Bandingkan saja Piala Dunia 2010, di Afrika Selatan, sebanyak 60 orang pengurus PSSI berangkat ke negara itu untuk menonton final piala dunia. Diberitakan untuk memberangkatkan sebanyak 60 orang pengurus PSSI itu, badan sepakbola Indonesia itu telah memesan 80 tiket untuk paket perjalanan ke Afrika Selatan. Satu paket dikabarkan berharga Rp 95 juta yang meliputi biaya perjalanan, penginapan, tiket masuk dan lain-lain. Total pengeluaran menghabiskan Rp7,6 miliar.
Mengapa anggota DPR suka melakukan studi banding dan ternyata saat di negara tujuan
mereka sering berubah jadwal dan berubah tujuan?
Pertama, beratnya beban kerja mereka sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu. Untuk berkilah, berdalih, atau mengalihkan perhatian atas ketidakmampuan bekerja, mereka melakukan plesiran atau jalan-jalan. Kita tahu betapa beratnya produk legeslasi yang harus dikerjakan oleh anggota DPR.
Beban itu sepertinya tidak bisa diatasi oleh mereka, dan untuk menghilangkan stres mereka melakukan plesiran dengan alasan studi banding atau lawatan. Mereka memilih studi banding ke luar negeri, sebab kunjungan di dalam negeri bagi mereka sudah biasa, dan tempat wisata dalam negeri bagi mereka sudah tidak menarik lagi.
Kedua, anggota DPR itu menggunakan aji mumpung. Mumpung perjalanan keluar negeri itu anggarannya dianggarkan maka anggaran itu harus digunakan, bila perlu dihabiskan. Mereka berpikiran, "Saya tidak akan mungkin melakukan perjalanan keluar negeri yang memakan biaya tinggi bila harus merogoh dari kantong sendiri". Untuk itu mereka dengan semangat melakukan kunjungan ke luar negeri meski output yang akan dihasilkan tidak mereka pikirkan.
Ketiga, bukti dari perjalanan mereka ke luar negeri sebagai sebuah pelesiran, kepulangan mereka ke Tanah Air selalu menenteng tas yang berisi barang-barang produk asing atau foto kenangan saat di 'landmark-landmark' negara tujuan. Di sisi lain hasil dari lawatan atau studi bandingnya itu tidak pernah nampak. Sudah berapa kali anggota DPR melakukan kunjungan ke luar negeri tapi fungsi DPR tetap begitu-begitu saja.
Buktinya, dalam periode 2009-2014, sebuah catatan menunjukan produktivitas
anggota DPR dalam setahun pertama masa tugas periode 2009-2014 masih sangat rendah, baru menyelesaikan lima RUU dari 70 yang diproritaskan dalam Program Legislasi Nasional. Padahal target prolegnas 2010 adalah 70 RUU, sehingga masih ada 65 RUU yang molor penyelesaiannya.
Ini bisa terjadi karena salah satunya disebabkan oleh kebiasaan lama yang masih
dipertahankan oleh anggota DPR. Pada tahun 2008 Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai kinerja legislasi DPR 2004-2009 buruk. Dari target 284 rancangan undang-undang (RUU) hanya 60% yang diselesaikan. Dari jumlah itu diprediksi hanya 170 undang-undang terselesaikan.
Adanya penyimpangan dari tugas-tugas DPR ini bisa jadi karena kapasitas anggota DPR
yang tidak kapabel. Bukti dari kurang kapabelnya anggota DPR adalah, yang menjadi perdebatan bukan masalah fungsi pengawasan, anggaran, atau legeslasi, namun terkadang masalah pribadi. Selain itu banyak anggota DPR dalam setiap bekerja yang dipikirkan adalah hanya uang.
Mereka pastinya senang menjadi anggota DPR, namun mereka berpikir bagaimana uang yang selama ini dihabiskan untuk kampanye dan 'money politics' bisa kembali secepat mungkin. Nah, di sinilah letak kerawanan terhadap pelanggaran hukum. Mereka jauh-jauh hari sudah mempunyai niat agar uang yang sudah dikeluarkan kembali dengan cepat. Cara yang paling cepat atau jalan pintas ialah dengan melakukan korupsi. Dan studi banding adalah salah satu agenda yang dijadikan sumber penghasilan tambahan yang melimpah.
Kejujuran, keadilan dan ketegasan harus di tegakkan.
Posted By : PKS Leuwiliang
0 komentar:
Post a Comment