Antara Real Madrid Dan Barcelona

Perbedaan prinsip Cartera (uang) versus Cantera (akademi) benar benar tampak pada El Clasico. Lihat saja, harga seorang striker Real Madrid Cristiano Ronaldo (CR7) bisa digunakan untuk membeli hampir seluruh anggota tim utama Barcelona yang akan bermain di Nou Camp, selasa besok.


Laporan kas keuangan pengeluaran transfer kedua klub menjelaskan segalanya. Bernilai 94 juta euro ketika diboyong dari Manchester United pada 2009, Ronaldo hanya berselisih 11,5 juta euro dengan 11 pemain Barcelona yang akan diturunkan entrenador Josep Guardiola. Gambaran di atas memang menjadi salah satu contoh kontrasnya filosofi kedua klub dalam menjalankan klubnya dan lama diperdebatkan.

Real Madrid lebih senang menghambur-hamburkan uang demi mendatangkan pemain-pemain bintang ke Santiago Bernabeu. Program ini diterapkan oleh siapa pun presiden yang berkuasa.

Yang paling fenomenal adalah Florentino Perez pada periode pertama kepemimpinannya. Tiap tahun dia merekrut pemain yang beberapa di antaranya memecahkan rekor termahal dunia, yakni dimulai Luis Figo (2000), Zinedine Zidane (2001), Ronaldo (2002), David Beckham (2003), Michael Owen (2004), dan Robinho (2005).

Metode Real Madrid itu berbanding terbalik dari Barcelona. Meski tetap memboyong pemain impor berharga selangit, El Azulgrana tetap mendahulukan siswa Akademi La Masia yang dipromosikan ke tim utama.

Periode tersukses tercatat pada beberapa tahun belakangan lewat keberadaan Carles Puyol, Xavi Hernadez, Pedro Rodriguez, Andreas Iniesta, Sergio Busquets, Victor Valdes, dan Lionel Messi. Lalu, kebijakan mana yang paling baik ? Jawabannya relatif.

Selain menghemat biaya, sistem ini juga berdampak positif berupa terciptanya kekompakan pemain dan memberikan stabilitas di klub.

Itulah yang terlihat pada El Azulgrana Barcelona. Mereka disebut-sebut memiliki tim terbaik di dunia. Sebuah pendapat yang muncul akibat soliditas permainan dan kebersamaan antarpemain. Kondisi inilah yang membuat Barcelona sedang berada di atas angin ketimbang Real Madrid.

Namun, filosofi Cantera yang diterapkan Barcelona bukannya tanpa risiko. Keberhasilan mereka menjaga performa sangat ditentukan regenerasi lulusan akademi.

Jika La Masia tidak melahirkan bakat-bakat secara terus-menerus, niscaya Barcelona akan merasakan dampaknya. Di sinilah celah yang bisa dimaksimalkan Real Madrid.

Begitu pun yang terjadi dengan dunia perpolitikan di Indonesia, dimana hampir semua partai politik yang berada di nusantara ini berlomba-lomba dan saling berebut untuk mendapatkan caleg-caleg atau kepala daerah dari non partai seperti para artis, seniman, bahkan pemain sinetron pun ikut nimbrung menjadi caleg atau kepala daerah, aji mumpung kali ya mereka!! Memang cara seperti ini memang manjur dan ampuh untuk memenangkan pemilihan Caleg maupun kepala daerah, terbukti banyak sekali para artis yang memenangkannya, misal : Eko Patrio, Dede yusuf dan lain-lain. 

Tapi apakah cara ini berdampak positif terhadap kelangsungan, kekompakan dan stabilitas sebuah partai???
memang mereka fikir jadi Aleg atau kepala daerah itu mudah dan gampang ??? apakah jadi aleg atau kepala daerah itu hanya Datang, Duduk, Diam ----> Jadinya Tidur dan Duit---> diakhir bulan.??? itu sungguh salah besar.

Ane jadi teringat terhadap cerita ustad waktu liqo, liqonya itu waktu sebelum pemilu tahun 2009. Waktu itu ada Tokoh/Ustad Partai Keren Sekali, maksud saya itu PKS yang di calonkan menjadi Caleg.  Kata "Atagfirullah" yang beliau ucapkan pertama kali dan dia menganggap itu sebuah musibah, bukan musibah  karena beliau tidak punya dana untuk kampanye tapi musibah disini adalah beliau akan menerima/ mendapatkan amanah yang sungguh sangat besar yaitu mengurusi atau melayani masyarakat bogor yang begitu banyaknya. Jadi ketua RT aja akan diminta pertanggung jawabannya di akhirat nanti apalagi menjadi Aleg atau wakil rakyat. tapi apa mau dikata, itu sudah keputusan majlis syuro dan harus diterima karena beliau-lah yang terbaik dan insyaAllah akan memegang dan menjalankan  amanah itu dengan baik.
Kalau kita lihat tokoh/tokoh dari partai lain, yang sangat senang dan bahagia karena menjadi Caleg (menjadi Caleg aja bahagia, apalagi jadi Aleg, mungkin bahagianya gak akan ketulungan kali ya), dan itupun jadi Calegnya juga harus berebut dan adu sikut dengan yang lainnya, tak kenal lawan maupun kawan.

Dan akhir-akhir ini ada yang sangat membuat hati saya gak enak krn melihat fenomena artis yang telah jadi wakil gubernur di Tanah Pasundan, yang tiba-tiba dengan gampangnya pindah haluan partai, dari partai matahari ke partai bintang mercy. saya sebagai orang awam dan sangat sedikit sekali mengerti tentang politik pun ikut terenyuh hati melihat itu. Kok dia gak tahu terima kasih sih, kok dia gitu, kok dia gini, apa mungkin besanan kali ya???. Seharusnya kalau dia mau pindah haluan maka ketika dia sudah tidak menjabat lagi menjadi wakil gubernur, tapi apa mau dikata, itulah politik, kata orang kampung mah "politik itu kejam".

Oleh karena itu ketika adanya kejadian seperti itu, PKS bisa mengambil pelajaran berharga kalau kaderisasi itu sungguh sangat penting untuk kelangsungan dan Stabiltas dan kesolidan partai nantinya, dan jangan asal ngambil atau comot aja untuk dijadikan Caleg atau kepala daerah. Tokoh atau kader partai yang sudah teruji dan terbaik-lah yang diutamakan untuk masuk Winning Eleven, karena mereka akan Setia dan akan memberikan yang terbaik untuk masyarakat dan juga partainya. Dan yang lebih penting lagi, tokoh atau kader yang dibesarkan oleh partai, bukan oleh iklan atau televisi.

Bravo  PKS, Kaderisasi dan Barcelona.

Posted By : DPC PKS Leuwiliang

0 komentar:

Post a Comment